Catatan seorang ibu, isteri, dan pengemban mabda-Nya

Archive for Juli, 2011

Bagaimana Orang Yahudi Mendidik Anak Mereka ?

FYI : LIHATLAH, BAGAIMANA ORANG YAHUDI MENDIDIK ANAK MEREKA

 

Yahudi sebagai sebuah bangsa digdaya di akhir zaman seperti ini, memiliki sebuah kunci “keberhasilan” dalam menjalankan misinya. Rumus mereka terletak dalam hal pendidikan. Yahudi sadar betul bahwa penanaman nilai-niai Yahudi adalah kunci dalam mengokohkan indentitas diri mereka. Ya sebuah bangsa kecil yang menjadi besar dan memiliki arti penting dalam menguasai dunia saat ini.

Di tengah sekularisasi dunia yang diciptakan mereka, Yahudi justru tampil dalam semangat militanisme yang terinternalisasi baik dalam kehidupan mereka. Bagi Yahudi, sekularisasi hanya berlaku bagi dunia Islam, namun bagi mereka tidak. Bahwa Al Qur’an hanya menjadi kitab suci berdebu bagi orang Islam, memang iya. Akan tapi sebaliknya bagi mereka, taurat adalah segala-galanya rujukan dalam menjalankan ritme kehidupan.

Eksplorasi ini bukan dalam tujuan untuk melemahkan semangat kita sebagai umat muslim, -kita adalah umat mulia yang diberikan Allah kenikmatan berupa dienul Islam dalam jiwa kita,- tapi ini adalah ajang muhasabah, intropeksi, dan juga antisipasi bahwa pada akhirnya kita akan berbenturan dengan mereka, ya dalam arti yang sebenarnya: Al Masihuddajal di pihak kaum kufar dan Al Mahdi di barisan kaum muslimin.

Menurut Rabbi Lev Baesh, Direktur pada The Resource Center for Jewish Clergy of InterfaithFamily.com, Taurat adalah lebih dari sebuah kitab suci. Ia menjadi pengacu dalam seluruh pembelajaran moral dan etika bagi orang tua dalam mendidikan anak seorang anak Yahudi.

Dalam tulisannya, Teaching Jewish Values To Your Children, pakar Parenting Yahudi itu menulis,

Pengajaran Taurat adalah tentang bagaimana mengajari seorang individu Yahudi berperilaku yang benar. Dimulai dari bagaimana mereka mampu mengurus diri sendiri, peduli terhadap sesama Yahudi, memiliki kepedulian tentang arti perjuangan, dan pembinaan terhadap generasi mendatang.

Rabbi yang aktif dalam kampanye pendidikan keluarga ini mengaku bahwa pendidikan seorang anak Yahudi tidak akan bisa dijalankan dengan misi sekularisme, dimana keluarga Yahudi terlepas dari millah mereka. Dimana terputusnya ajaran agama Yahudi dalam tiap keluarga Yahudi. Seorang keluarga Yahudi harus mendekatkan diri kepada ajaran agamanya.

Oleh karena itu, ia menekankan bahwa keberhasilan pendidikan Yahudi tidak akan terlepas pada tiga hal yang mutlak harus dimiliki seorang keluarga Yahudi, yakni bagaimana pelajaran Taurat harus diberikan kepada seorang anak, bagaimana menciptakan sebuah masyarakat Yahudi di sekitar keluarga, dan kesinambungan dalam menjalankan ibadah agama.

Dengan terlibat pada tiga hal ini, maka seseorang Yahudi memiliki fondasi kuat untuk mengajarkan nilai-nilai Yahudi bagi generasi berikutnya. “Akhirnya, jika Anda ingin menjadi guru terbaik dari nilai-nilai Yahudi, pertama menjadi murid terbaik Anda sendiri” pungkasnya

Rupanya, konsep yang ditawarkan rabbi terebut benar-benar terjalan baik di Israel. Jika di negeri ini anak-anak sudah sangat dekat dengan rokok, bahkan kita tidak asing mendengar berita seorang anak kecil yang sudah merokok dari umur dua tahun, di Israel merokok adalah sebuah hal tabu, jika tidak mau dikatakan haram.

Ya bangsa picik itu memang jahat. Ditengah Yahudi menjadi aktor produsen asap mematikan itu, namun di saat itu pula mereka mengukutuk penggunaan (bahkan pelarangannya) di negeri mereka sendiri. Perlu dicatat, Philip Morris, pabrik rokok terbesar di Amerika menyumbangkan 12% dari keuntungan bersihnya ke Israel.

Saat ini jumlah perokok di seluruh dunia mencapai angka 1,15 milyar orang, jika 400 juta diantaranya adalah perokok Muslim, berarti umat muslim menyumbang 35% dari jumlah perokok dunia. Laba yang diraih oleh produsen rokok bermerek Marlboro, Merit, Benson, L&M itu setiap bungkusnya pun mencapai 10%.

DR. Stephen Carr Leon yang pernah meneliti tentang pengembangan kualitas hidup orang Israel atau orang Yahudi. Mereka memiliki hasil penelitian dari ahli peneliti tentang Genetika dan DNA yang meyakinkan bahwa nikotin akan merusak sel utama yang ada di otak manusia yang dampaknya tidak hanya kepada si perokok akan tetapi juga akan mempengaruhi “gen” atau keturunannya.

Pengaruh yang utama adalah dapat membuat orang dan keturunannya menjadi “bodoh”atau “dungu”. Jadi sekali lagi, jika penghasil rokok terbesar di dunia ini adalah orang Yahudi ! Tetapi yang merokok, bukan orang Yahudi. Ironis sekali. Siapakah yang kemudian menjadi konsumen asap-asap rokok buatan Negara Zionis itu? Anda, orangtua anda, atau anak kita? Hanya kita yang bisa menjawab.

Dan yang lebih mengkhawatirkan lagi, kita sebagai umat Islam justru meninggalkan pilar asasi kita kepada seorang anak, yakni pendidikan Tauhid dan Al Qur’an sejak usia dini. Kita umat Islam kadang lebih sibuk pada asesoris parenting, seperti konsep “jangan katakan tidak” dan lain sebagainya. Pernah kami mendengar kenapa pendidikan Al Qur’an seperti menghafal diabaikan pada usia dini oleh psikolog muslim, dikarenakan mengganggu kognisi seorang anak. Ironis. (pz/bersambung)

http://www.eramuslim.com

Ibu Rumah Tangga Unggulan

By : Umm Hamzah

Ini kali ke banyak saya membaca sebuah status di salah satu forum dimana saya sering duduk-duduk saling tukar informasi dengan beberapa ibu. Status menanyakan bagaimana manajemen waktu seorang ibu rumah tangga penuh dengan banyak anak, tanpa “asisten domestik”. Setiap kali menemukan status atau komentar senada ingatan saya serta merta tertuju ke sosok seorang ibu muda berprestasi fenomenal (menurut saya, apalagi di jaman ini) dengan segudang kesibukan.

Oh…bukan…bukan kesibukan di luar rumah. Kesibukannya penuh untuk keluarga plus sekitar 25% untuk orang lain.

Ibu muda ini benar-benar telah merubah makna “prestasi” dalam perbendaharaan kata saya. Dulu, bagi saya prestasi adalah : meraih gelar sarjana, kalau perlu sampai strata 3, lalu bekerja di luar rumah. Punya gaji sendiri, rumah dan mobil hasil keringat sendiri. Rumah dan anak-anak? Kan bisa menggaji pembantu dan mengirim mereka ke sekolah unggulan. Beres…

Sejak saya mengenal Ummu Ibrahim, persepsi itu seolah runtuh tunggang langgang.

Ummu Ibrahim lahir di Gaza…ya Gaza yang terkenal itu. Gaza yang berdarah-darah. Gaza yang menangis berkepanjangan. Ia dibawa orang tua beserta sembilan saudaranya keluar Gaza untuk mencari kehidupan yang lebih tentram. Jauh dari hiruk pikuk desing peluru, hujan rudal dan bau daging (manusia) bakar.

Tidaklah sia-sia orang tua ibu muda ini susah payah menyeret keluarga keluar dari Gaza. Ia tumbuh di tanah kelahiran Rasulullah shalallahu alaihi wa salam. Lepas SMU, meskipun tidak melanjutkan ke perguruan tinggi, ia tidak kehabisan akal menuntut ilmu. Di usia kurang dari 20 tahun ia sudah dinyatakan layak menyandang label hafidzah. Allah pun mempertemukannya dengan seorang pemuda yang tak kalah rakus menggali ilmu. Bersama mereka membangun rumah tangga yang sekuat daya dibentuk sebagaimana Rasulullah shalallahu alaihi wa salam mengajarkan.

Tujuan : membentuk jundi-jundi yang tangguh.

Dengan 5 anak yang masih sangat kecil2, pasangan ini membentuk keluarga yang unik. Sangat tradisional dalam banyak hal, tetapi juga sangat modern dalam banyak hal lain. Tidak ada televisi di rumah mereka, tetapi semua perangkat teknologi informasi lengkap tersedia, dengan perangkat pengaman dari situs-situs sampah tentunya. Anak-anak menghafal Al-Qur’an 2 jam di pagi hari dan 2 jam di malam hari.

Tidak ada PAUD untuk anak-anak. Semua kebutuhan pendidikan usia dini dipenuhi sendiri. Anak-anak baru disekolahkan di usia 7 tahun. Sudah dalam keadaan “siap pakai” (baca : bisa menjadi role model untuk teman-teman sekelas mereka).

Apakah anak-anak mereka kuper tanpa PAUD?

Ah…jangan tanya…mereka anak-anak yang sangat supel. Sama riangnya dengan anak-anak yang setiap akhir pekan pergi ke pusat pertokoan meskipun mereka tak pernah menginjakkan kaki di satu pusat pertokoan pun. Sama kritisnya dengan anak-anak yang setiap hari menghabiskan waktu berjam-jam di depan layar televisi meskipun mereka tak mengenal televisi. Mereka anak-anak yang punya tingkat kepatuhan amat tinggi. Tidak ada waktu terbuang sia-sia. Kalau bukan mengaji, ya membantu ibu menyiapkan dan membereskan meja makan, menjaga adik yg lebih kecil, membantu kakek mengangkat belanjaan dari mobil ke rumah, belajar bersama nenek (termasuk belajar memasak cemilan-cemilan ringan dari nenek…lho…kan anak laki-laki…? so what gitu lowh? kebanyakan chef handal justru laki-laki), melipat cucian yang sudah kering, membereskan mainan dan buku-buku, ikut ayah dan/atau kakek shalat di saf terdepan di masjid, ikut ayah dan atau kakek shalat Jum’at tanpa pernah absen…pokoknya sibuk…

Ibu mereka lebih sibuk lagi. Mengulang hafalan Al-Qur’an dan hadith 5 jam dalam sehari ~ minimal. Menyiapkan materi kajian untuk 1 kali kajian dengan ibu-ibu tetangga, 1 kali kajian dengan keluarga, 1 kali kajian online untuk siapa saja di kejauhan yang membutuhkan dan menyimak kajian online dari seorang da’iyah. Belum termasuk memasak, mengurus anak-anak, bersih-bersih, mencuci…padat…padat…padat…

Semua dikerjakan tanpa khadimat….Kadang saya bertanya-tanya, dari mana energi untuk semua kesibukan itu berasal?

“Kullu ni’mat min Allah…”

Dan semua nikmat itu, ia syukuri dengan menorehkan prestasi demi prestasi untuk agamanya dan keluarga.

(ah…saya jadi malu…jauuuh rasanya dari Ummu Ibrahim…)

http://www.facebook.com/#!/notes/media-islam-online/ibu-rumah-tangga-unggulan/10150264088029549

Menjauhi Perkara Yang Subhat

Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, di antara keduanya ada perkara-perkara yang samar (syubhat) yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Siapa saja yang menjaga diri dari syubhat maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Siapa saja yang jatuh ke dalam syubhat maka ia hampir terjatuh pada yang haram, seperti penggembala yang menggembala di sekitar hima (daerah terlarang); hampir-hampir ia (terjatuh) menggembala di dalamnya. Ingatlah, setiap raja memiliki hima. Ingatlah, hima Allah adalah apa-apa yang Dia haramkan, dan ingatlah di dalam tubuh ada sekerat daging, jika ia baik, seluruh tubuhpun baik dan jika ia rusak maka rusak pulalah seluruh tubuh. Ingatlah itu adalah kalbu”. (HR al-Bukhari, Muslim, Ahmad, an-Nasai, Ibn Majah, Abu Dawud, at-Tirmidzi, ad-Darimi, al-Baihaqi).

Hadis dari an-Nu’man bin Basyir ini disepakati kesahihannya. Menurut para ulama, hadis ini termasuk di antara pokok terpenting dalam agama.

Hadis ini menjelaskan, bahwa sesuatu dan perbuatan itu ada yang sudah jelas halal dan haramnya. Di antaranya ada yang samar (syubhat); halal ataukah haram bagi banyak orang, tetapi jelas bagi sebagian orang, yaitu ulama. Bagi siapa saja yang halal-haramnya sesuatu atau perbuatan masih samar (syubhat), hendaknya ia tidak mengambil atau melakukannya hingga jelas baginya bahwa itu halal, khawatir terjerumus dalam keharaman.

Kesamaran (syubhat) tentang status hukum sesuatu atau perbuatan itu bisa datang dari beberapa faktor.  

Pertama: faktor nash, yaitu ketika dalâlah nash-nash yang ada belum dipahami dengan jelas menunjukkan halal atau haram. Misalnya, karena adanya dua nash yang terlihat bertentangan, yang satu menunjukkan halal dan lain menunjukkan haram. Selama belum jelas maka hendaknya menahan diri, tidak mengambil atau melakukannya, sampai kemudian jelas halal atau haramnya, baik dengan menjamak (mempertemukan) nash-nash itu atau akhirnya harus dilakukan tarjîh. Tentu untuk melakukan itu diperlukan ilmu syariah yang cukup sehingga hanya ulama yang bisa melakukannya.

Kedua: faktor kesamaran terkait dengan sesuatu itu sendiri. Ini ada beberapa hal:

1. Karena prosesnya atau apa yang terjadi di dalamnya.

Contoh: akad/transaksi yang di dalam prosesnya ada kesamaran sehingga menimbulkan keraguan tentang halal dan haramnya. Namun, syubhat itu tidak untuk semua orang. Bagi mereka yang memiliki pemahaman memadai tentang fakta hukum (manâth) yang dideskripsikan oleh nash tentang akad/transaksi dan memiliki kemampuan membedah fakta, menganalisis dan memilah prosesnya sehingga bisa mendiagnosisnya dengan detil dan tepat, akad/transaksi itu jelas halal dan haramnya. Contoh lain: tempat-tempat yang sering/banyak dilakukan kemaksiatan di dalamnya sehingga identik sebagai tempat maksiat, seperti night club, bioskop karena iktilâth (campur-baur) di dalamnya, bar, dsb.

2. Adanya kemiripan pada sesuatu itu.

Contoh: riwayat Bukhari bahwa Saad bin Abi Waqash dan Abdu bin Zam’ah berselisih tentang perwalian Ibn Walidah Zam’ah. Saad mengakuinya sebagai anak saudaranya, Utbah bin Abi Waqash, sesuai pesan Utbah dan karena begitu mirip dengan ‘Utbah. Adapun ‘Abdu bin Zam’ah mengakuinya sebagai saudaranya karena dilahirkan di tempat tidur Zam’ah. Rasul saw. memutuskan, yang berhak atas perwalian Ibn Walidah Zam’ah adalah ‘Abdu bin Zam’ah. Artinya, secara formal ia adalah saudaranya ‘Abdu bin Zam’ah dan Saudah binti Zam’ah, Ummul Mukminin. Namun, karena adanya kemiripan dengan ‘Utbah bin Abi Waqash, Rasul saw. menyuruh Saudah binti Zam’ah untuk berhijab kepada Ibn Walidah Zam’ah.

3. Karena kesamaran sebab perolehan atau kehalalannya.

Contoh: riwayat al-Bukhari dari Adi Bin Hatim. Ia berburu dengan anjing dan ketika melepasnya ia menyebut asma Allah. Namun, saat anjingnya kembali, ada anjing lain yang juga ikut menggigit hewan buruannya. Rasul saw. menyuruhnya untuk meninggalkan buruan itu karena syubhat; jika anjingnya yang membunuh hewan itu maka ia halal; tetapi jika anjing yang lain yang membunuhnya maka ia haram; sementara tidak bisa diputuskan anjing yang mana yang melakukannya. Contoh lain: orang berburu dengan senapan, namun buruannya jatuh terjebur air sehingga syubhat buruan itu mati karena pelurunya atau karena terjebur air. Contoh lain: orang menyembelih ayam dan langsung dicelupkan ke dalam air panas sehingga syubhat: ayam itu mati karena disembelih atau dicelupkan air panas.

4. Samar dalam kepemilikan atau adanya hak orang lain di dalamnya.

Contoh: riwayat bahwa Rasul menemukan sebutir kurma di rumah, dan Beliau hendak memakannya, lalu Beliau urungkan, khawatir itu kurma sedekah; karena Beliau pernah membawa kurma sedekah ke rumah sebelum dibagikan.

5. Kesamaran tentang fisik bendanya.

Contoh: Saat Abu Hanifah berbelanja, satu keping dinarnya jatuh, saat beliau mau mengambilnya ternyata ada dua keping dinar, maka beliau pun tidak jadi mengambilnya. Ketika si penjual bertanya mengapa, beliau menjawab, “Yang mana uang dinarku?”. Contoh lain, harta yang bercampur dengan harta yang haram dan tidak bisa dipisahkan yang halal dari yang haram.

Siapa saja yang bersiap wara’ meninggalkan semua syubhat itu, maka ia telah menyelamatkan agamanya, yakni selamat dari dosa dan azab Allah, dan menyelamatkan kehormatannya, yaitu selamat dari anggapan/penilaian buruk dari orang-orang.

[Yahya Abdurrahman]

http://www.facebook.com/#!/notes/media-islam-online/menjauhi-perkara-yang-syubhat/10150265498584549

Kenapa Harus Wanita Shalihah ?

Kenapa Harus Wanita Shalihah ?

 Terkadang orang heran dan bertanya, kenapa harus mereka ? Yang bajunya panjang, tertutup rapat, dan malu-malu kalau berjalan…Aku menjawab.. Karena mereka, lebih rela bangun pagi menyiapkan sarapan buat sang suami dibanding tidur bersama mimpi yang kebanyakan dilakukan oleh perempuan lain saat ini…

Ada juga yang bertanya, mengapa harus mereka ?

Yang sama laki-laki-pun tak mau menyentuh, yang kalau berbicara ditundukkan pandangannya.. Bagaimana mereka bisa berbaur…

Aku menjawab…

Tahukah kalian.. bahwa hati mereka selalu terpaut kepada yang lemah, pada pengemis di jalanan, pada perempuan-perempuan renta yang tak lagi kuat menata hidup. Hidup mereka adalah sebuah totalitas untuk berkarya di hadapan-Nya.. Bersama dengan siapapun selama mendatangkan manfaat adalah kepribadian mereka.. Untuk itu, aku menjamin mereka kepadamu, bahwa kau takkan rugi memiliki mereka, kau takkan rugi dengan segala kesederhanaan, dan kau takkan rugi dengan semua kepolosan yang mereka miliki.. Hati yang bening dan jernih dari mereka telah membuat mereka menjadi seorang manusia sosial yang lebih utuh dari wanita di manapun..

Sering juga kudengar… Mengapa harus mereka ?

Yang tidak pernah mau punya cinta sebelum akad itu berlangsung, yang menghindar ketika sms-sms pengganggu dari para lelaki mulai berdatangan, yang selalu punya sejuta alasan untuk tidak berpacaran… bagaimana mereka bisa romantis ? bagaimana mereka punya pengalaman untuk menjaga cinta, apalagi jatuh cinta ?

Aku menjawab…

Tahukah kamu.. bahwa cinta itu fitrah, karena ia fitrah maka kebeningannya harus selalu kita jaga. Fitrahnya cinta akan begitu mudah mengantarkan seseorang untuk memiliki kekuatan untuk berkorban, keberanian untuk melangkah, bahkan ketulusan untuk memberikan semua perhatian.

Namun, ada satu hal yang membedakan antara mereka dan wanita-wanita lainnya.. Mereka memiliki cinta yang suci untuk-Nya.. Mereka mencintaimu karena-Nya, berkorban untukmu karena-Nya, memberikan segenap kasihnya padamu juga karena-Nya… Itulah yang membedakan mereka…

Tak pernah sedetikpun mereka berpikir, bahwa mencintaimu karena fisikmu, mencintaimu karena kekayaanmu, mencintaimu karena keturunan keluargamu.. Cinta mereka murni.. bening.. suci.. hanya karena-Nya..

Kebeningan inilah yang membuat mereka berbeda… Mereka menjadi anggun, seperti permata-permata surga yang kemilaunya akan memberikan cahaya bagi dunia. Ketulusan dan kemurnian cinta mereka akan membuatmu menjadi lelaki paling bahagia..

Sering juga banyak yang bertanya.. mengapa harus mereka ? Yang lebih banyak menghabiskan waktunya dengan membaca Al-Qur’an dibanding ke salon, yang lebih sering menghabiskan harinya dari kajian ke kajian dibanding jalan-jalan ke mall, yang sebagian besar waktu tertunaikan untuk hajat orang banyak, untuk dakwah, untuk perubahan bagi lingkungannya, dibanding kumpul-kumpul bersama teman sebaya mereka sambil berdiskusi yang tak penting. Bagaimana mereka merawat diri mereka ? bagaimana mereka bisa menjadi wanita modern?

Aku menjawab…

Tahukah kamu, bahwa dengan seringnya mereka membaca al Qur’an maka memudahkan hati mereka untuk jauh dari dunia.. Jiwa yang tak pernah terpaut dengan dunia akan menghabiskan harinya untuk memperdalam cintanya pada Allah.. Mereka akan menjadi orang-orang yang lapang jiwanya, meski materi tak mencukupi mereka, mereka menjadi orang yang paling rela menerima pemberian suami, apapun bentuknya, karena dunia bukanlah tujuannya. Mereka akan dengan mudah menyisihkan sebagian rezekinya untuk kepentingan orang banyak dibanding menghabiskannya untuk diri sendiri. Kesucian ini, hanya akan dimiliki oleh mereka yang terbiasa dengan al Qur’an, terbiasa dengan majelis-majelis ilmu, terbiasa dengan rumah-Nya.

Jangan khawatir soal bagaimana mereka merawat dan menjaga diri…

Mereka tahu bagaimana memperlakukan suami dan bagaimana bergaul di dalam sebuah keluarga kecil mereka. Mereka sadar dan memahami bahwa kecantikan fisik penghangat kebahagiaan, kebersihan jiwa dan nurani mereka selalu bersama dengan keinginan yang kuat untuk merawat diri mereka. Lalu apakah yang kau khawatirkan jika mereka telah memiliki semua kecantikan itu?

Dan jangan takut mereka akan ketinggalan zaman. Tahukah kamu bahwa kesehariannya selalu bersama dengan ilmu pengetahuan…Mereka tangguh menjadi seorang pembelajar, mereka tidak gampang menyerah jika harus terbentur dengan kondisi akademik. Mereka adalah orang-orang yang tahu dengan sikap profesional dan bagaimana menjadi orang-orang yang siap untuk sebuah perubahan. Perubahan bagi mereka adalah sebuah keniscayaan, untuk itu mereka telah siap dan akan selalu siap bertransformasi menjadi wanita-wanita hebat yang akan memberikan senyum bagi dunia.

Dan sering sekali, orang tak puas.. dan terus bertanya…mengapa harus mereka ? Pada akhirnya,    aku pun menjawab…

Keagungan, kebeningan, kesucian, dan semua keindahan tentang mereka, takkan mampu kau pahami sebelum kamu menjadi lelaki yang shalih seperti mereka..

Yang pandangannya terjaga.. yang lisannya bijaksana.. yang siap berkeringat untuk mencari nafkah, yang kuat berdiri menjadi seorang imam bagi sang permata mulia, yang tak kenal lelah untuk bersama-sama mengenal-Nya, yang siap membimbing mereka, mengarahkan mereka, hingga meluruskan khilaf mereka…

Kalian yang benar-benar hebat secara fisik, jiwa, dan iman-lah yang akan memiliki mereka. Mereka adalah bidadari-bidadari surga yang turun ke dunia, maka Allah takkan begitu mudah untuk memberikan kepadamu yang tak berarti di mata-Nya… Allah menjaga mereka untuk sosok-sosok hebat yang akan merubah dunia. Menyuruh mereka menunggu dan lebih bersabar agar bisa bersama dengan para syuhada sang penghuni surga…

Menahan mereka untuk dipasangkan dengan mereka yang tidurnya adalah dakwah, yang waktunya adalah dakwah, yang kesehariannya tercurahkan untuk dakwah…sebab mereka adalah wanita-wanita yang menisbahkan hidupnya untuk jalan perjuangan.

Allah mempersiapkan mereka untuk menemani sang pejuang yang sesungguhnya, yang bukan hanya indah lisannya.. namun juga menggetarkan lakunya… Allah mempersiapkan mereka untuk sang pejuang  yang malamnya tak pernah lalai untuk dekat dengan-Nya.. yang siangnya dihabiskan dengan berjuang untuk memperpanjang nafas Islam di bumi-Nya.. Allah mempersiapkan mereka untuk sang pejuang yang cintanya pada Allah melebihi kecintaan mereka kepada dunia.. yang akan rela berkorban, dan meninggalkan dunia selagi Allah tujuannya.. Yang cintanya takkan pernah habis meski semua isi bumi tak lagi berdamai kepadanya.. Allah telah mempersiapkan mereka untuk lelaki-lelaki shalih penghulu surga…

Seberat itukah?

Ya… Takkan mudah.. sebab surga itu tidak bisa diraih dengan hanya bermalas-malasan tanpa ada perjuangan…

 Wallahu ‘alam bishawab..

*Rindy*

http://www.facebook.com/#!/notes/majelis-ukhuwah-nisa-mun/kenapa-harus-wanita-shaliha-/247172791962373

Untuk Para Saudaraku Yang Tersakiti…

Menyakiti dan disakiti adalah dua sisi mata uang. Namun bagi sebagian orang, dunia ini adalah hanya tentang ego mereka yang bisa mereka mainkan semau nafsu mereka saja. Sampai- sampai mereka lupa bahwa ada sang Maha dari semua itu, yang dapat bertindak bahkan melampaui nalar normal manusia, untuk menuntun mereka memanen semua tindakan jahat mereka.

Bagi pihak yang tersakiti, kesedihan terasa begitu dalam dan membekas. Tidak ada satu resep dokterpun yang ampuh untuk menyembuhkan dendam. Ya, dendam yang akhirnya menghasut diri agar bertindak bahkan lebih kejam dari yang pernah diterimanya.

Terkadang kita lupa, masih ada kamera 24 jam yang dengan Maha Bijaksananya akan bertindak adil kepada kita. Tak perlu kawatir, bahkan tindakan itu dijamin akan lebih canggih dari yang pernah kita duga. Lalu untuk apa harus ada berkarib dengan dendam?

Dendam adalah sangat erat kaitannya dengan sebuah rasa putus asa. Jika anda ingin sembuh dan bahagia seperti sedia kala, jangan menyerah kepada perasaan putus asa itu, yang dengan kata lain mengiklaskan diri anda anda sendiri untuk jatuh lebih dalam pada sebuah penderitaan. Kehidupan adalah bukan hanya tentang orang yang telah menyakiti anda. Jangan memfokuskan fikiran hanya untuk seseorang yang  jelas-jelas sudah tidak menghargai keberadaan dan menyakiti anda yang begitu berharga.

Anda begitu berharga, anda begitu istimewa saat diciptakan oleh Allah Subhanahu Wata ‘ala sampai- sampai Dia mengajarkan kepada anda sebuah kebaikan lewat jalan yang unik yaitu kesabaran. Karena justru sabar adalah cara instan pemuliaan atas diri anda sendiri. Tidak percaya?  Mari kita refresh kembali ayat ini :

“Apakah kamu mengira akan masuk surga padahal belum datang kepadamu (ujian) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kami. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan, diguncang (dengan berbagai cobaan). Sehingga Rosul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, “Kapankah datang pertolongan Allah?” Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.”

(QS. Al-Baqarah: 214)

Dan janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah pula kamu bersedih hati, padahal kamulah orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.”

( QS AL Imran (3) : 139 )

“Sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dan sedikit ketakutan, penyakit, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar “.

(QS. Al Baqarah : 153 )

Sekali lagi, sabar adalah cara instan pemuliaan atas diri anda sendiri. Jangan terluka jika kalimat dan tindakan sabar anda, belum- belum sudah dicibir sekian banyak orang, namun lihatlah betapa anda menjadi manusia ajaib yang begitu disayang Allah, ditengah- tengah orang yang lengah dalam mendidik dirinya. Andalah pemenang dari kasus kehidupan anda kali ini. Yakinlah, sungguh Allah tidak akan pernah membiarkan hamba-Nya bersedih berlama-lama. Apa lagi jika kesedihannya adalah hal dan upaya untuk membesarkan dan membahagiakan sesama maupun orang yang anda cintai, apalagi jika untuk semua itu, anda harus melalui proses yang berjudul tersakiti.

Kesalahan bukan anda yang membuatnya, kesakitan bukan anda yang menginginkannya. Anda hanyalah korban dari sebuah keadaan yang kurang berpihak, namun jelas menjadi penguji kualitas iman untuk menjadi lebih baik. Jangan bersedih sekalipun semua didunia tidak mengharapkan dan menyakiti anda, karena anda ada di dunia adalah karena kehendak dan lahir dari kasih sayang Allah Sang Maha Kuasa.

Hidup adalah tentang belajar, kita akan belajar bersama ketakutan, kesedihan, kehilangan, disakiti, didholimi dan sebagainya. Dan walaupun sakit dan perih, namun kita harus berjuang untuk memaknainya.Karena Allah tak akan menguji melebihi kemampuan kita. Allah sayang kepada kita. Jika memang pengertian masih tidak bisa diajak kompromi dengan pedihnya perasaan,ingatlah satu hal.

Keegoisan diri bukan satu hal yang dapat membaikkan sesama, begitu pula untuk diri anda sendiri. Mengalah sedikit untuk meredam amarah justru akan melegakan diri. Selalu ada orang yang mulia dan hina di dunia ini, dan anda telah menjadi mulia dengan memaafkan. Andalah yang perkasa, karena dapat tegak dalam luka dan derita. Dari situ kitapun dapat belajar untuk mengerti dengan menerima hidup ini dengan segala pernak perniknya, karena pengertian adalah ilmu kehidupan.

Bangkitlah, jangan biarkan diri hanya mengurusi perasaan khawatir, sakit dan pedihnya hati yang anda anggap dapat menjadikannya sebagai obat mujarab penyembuh segala derita dan yang akan mendamaikan Anda. Segera berlakulah tegas melakukan yang sudah Anda ketahui harus Anda lakukan, dan tunjukan bahwa anda adalah istimewa, tunjukkan bahwa anda adalah pribadi yang murah hati dan yang terlalu berharga untuk disakiti. Sehingga perasaan menyesal dan menghukum diri sendiri akan seketika mengakrabi orang yang telah menyakiti anda. Jagalah hati agar tetap damai, karena bentuk hati akan menentukan cerita episode anda selanjutnya.

Cinta itu indah, dan cinta tidak menyakiti. Kebesaran, keanggunan, kesabaran dan kemaafan yang tetap anda jaga dalam tersayatnya perasaan tersakiti, menjadi bukti ampuh bahwa anda menjadi perwujudan indahnya kasih sayang Allah yang Maha Mencintai. Dan insya Allah, Allah selalu mencintai orang- orang yang sabar.

(Syahidah/Voa-islam.com)

Belum Qadha’ Puasa, Ramadhan Sudah Datang Lagi

BELUM QADHA` PUASA, RAMADHAN SUDAH DATANG LAGI

Barangsiapa yang belum mengqadha puasa Ramadhan yang lalu, kemudian sudah datang lagi Ramadhan berikutnya, maka harus dilihat dulu alasan penundaan (ta`khir) qadha tersebut. Jika penundaan itu karena ada udzur (alasan syar’i), seperti sakit, nifas, menyusui, atau hamil, maka tidak mengapa…. Demikian menurut seluruh mazhab tanpa ada perbedaan pendapat, sebab yang bersangkutan dimaafkan karena ada udzur dalam penundaan qadha`-nya.

Namun jika penundaan qadha` itu tanpa ada udzur, maka para ulama berbeda pendapat dalam dua pendapat :

Pendapat Pertama, pendapat jumhur, yaitu Imam Malik, Ats-Tsauri, Asy-Syafi’i, Ahmad, dan lain-lain berpendapat orang tersebut di samping tetap wajib mengqadha`, dia wajib juga membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin untuk setiap hari dia tidak berpuasa. Fidyah ini adalah sebagai kaffarah (penebus) dari penundaan qadha`-nya. Demikian penuturan Imam Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni Ma’a Asy-Syarh Al-Kabir, II/81 (Dikutip oleh Yusuf al-Qaradhawi, Fiqhush Shiyam, [Kairo : Darush Shahwah], 1992, hal. 64).

Pendapat pertama ini terbagi lagi menjadi dua : (1) Menurut ulama Syafi’iyah, fidyah tersebut berulang dengan berulangnya Ramadhan (Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh Ala al-Mazahib Al-Arba’ah Kitabush Shiyam (terj), hal. 109). (2) Sedangkan menurut ulama Malikiyah dan Hanabilah, fidyah hanya sekali, yakni tidak berulang dengan berulangnya Ramadhan (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, II/680).

Dalil pendapat pertama ini, yakni yang mewajibkan fidyah di samping qadha karena adanya penundaan qadha` hingga masuk Ramadhan berikutnya, adalah perkataan sejumlah sahabat, seperti Ibnu Umar, Ibnu Abbas, dan Abu Hurairah (Imam Syaukani, Nailul Authar, [Beirut : Dar Ibn Hazm], 2000, hal. 872). Ath-Thahawi dalam masalah ini meriwayatkan dari Yahya bin Aktsam,”Aku mendapati pendapat ini dari enam sahabat yang tidak aku ketahui dalam masalah ini ada yang berbeda pendapat dengan mereka.” (wajadtuhu ‘an sittin min ash-shahabati laa a‘lamu lahum fiihi mukhalifan).(Mahmud Abdul Latif Uwaidhah, Al-Jami’ li Ahkam Ash-Shiyam, [Beirut : Mu`assasah Ar-Risalah], 2002, hal. 210).

Imam Syaukani menjelaskan dalil lain bagi pendapat pertama ini. Yaitu sebuah riwayat dengan isnad dhaif dari Abu Hurairah RA dari Nabi SAW tentang seorang laki-laki yang sakit di bulan Ramadhan lalu dia tidak berpuasa, kemudian dia sehat namun tidak mengqadha` hingga datang Ramadhan berikutnya. Maka Nabi SAW bersabda,”Dia berpuasa untuk bulan Ramadhan yang menyusulnya itu, kemudian dia berpuasa untuk bulan Ramadhan yang dia berbuka padanya dan dia memberi makan seorang miskin untuk setiap hari [dia tidak berpuasa].” (yashuumu alladziy adrakahu tsumma yashuumu asy-syahra alladziy afthara fiihi wa yuth’imu kulla yaumin miskiinan). (HR Ad-Daruquthni, II/197). (Imam Syaukani, Nailul Authar, hal. 871; Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, II/689).

Pendapat Kedua, pendapat Imam Abu Hanifah dan para sahabatnya, Imam Ibrahim An-Nakha`i, Imam al-Hasan Al-Bashri, Imam Al-Muzani (murid Asy-Syafi’i), dan Imam Dawud bin Ali. Mereka mengatakan bahwa orang yang menunda qadha` hingga datang Ramadhan berikutnya, tidak ada kewajiban atasnya selain qadha`. Tidak ada kewajiban membayar kaffarah (fidyah) (Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, I/240; Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, II/240; Mahmud Abdul Latif Uwaidhah, Al-Jami’ li Ahkam Ash-Shiyam, hal. 210).

Dalil ulama Hanafiyah ini sebagaimana dijelaskan Wahbah Az-Zuhaili dalam Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu (II/240). adalah kemutlakan nash Al-Qur`an yang berbunyi “fa-‘iddatun min ayyamin ukhar” yang berarti “maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (QS Al-Baqarah [2] : 183).

Perlu ditambahkan bahwa dalam masalah menunda qadha` (ta`khir al-qadha`), Imam Abu Hanifah memang membolehkan qadha` puasa Ramadhan kapan saja walau pun sudah datang lagi bulan Ramadhan berikutnya. Dalilnya adalah kemutlakan nash Al-Baqarah : 183. Dalam kitab Al-Jami’ li Ahkam Ash-Shiyam, hal. 122, dinukilkan oleh penulisnya bahwa Imam Abu Hanifah berkata,”Kewajiban mengqadha puasa Ramadhan adalah kewajiban yang lapang waktunya tanpa ada batasan tertentu, walaupun sudah masuk Ramadhan berikutnya.” (wujuubu al-qadhaa`i muwassa’un duuna taqyiidin walaw dakhala ramadhan ats-tsaniy).

Sedang jumhur berpendapat bahwa penundaan qadha` selambat-lambatnya adalah hingga bulan Sya’ban dan tidak boleh sampai masuk Ramadhan berikutnya. Dalil pendapat jumhur ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, dan Ahmad dari ‘A`isyah RA dia berkata,”Aku tidaklah mengqadha` sesuatu pun dari apa yang wajib atasku dari bulan Ramadhan, kecuali di bulan Sya’ban hingga wafatnya Rasulullah SAW.” (maa qadhaytu syai`an mimmaa yakuunu ‘alayya min ramadhaana illaa sya’baana hatta qubidha rasulullahi shallallahu ‘alaihi wa sallama) (Mahmud Abdul Latif Uwaidhah, Al-Jami’ li Ahkam Ash-Shiyam, [Beirut : Mu`assasah Ar-Risalah], 2002, hal. 122).

Tarjih

Setelah mendalami dan menimbang dalil-dalilnya, pendapat yang rajih (kuat) menurut pemahaman kami adalah sebagai berikut :

Masalah Fidyah

Mengenai wajib tidaknya fidyah atas orang yang menunda qadha` Ramadhan hingga datang Ramadhan berikutnya, pendapat yang rajih adalah pendapat Imam Abu Hanifah, Ibrahim An-Nakha`i, dan lain-lain. Pendapat ini menyatakan bahwa orang yang menunda qadha` hingga masuk Ramadhan, hanya berkewajiban qadha`, tidak wajib membayar fidyah.

Hal itu dikarenakan kewajiban membayar fidyah bagi orang yang menunda qadha` Ramadhan hingga masuk Ramadhan berikutnya, membutuhkan adanya dalil khusus dari nash-nash syara’. Padahal tidak ditemukan nash yang layak menjadi dalil untuk kewajiban fidyah itu. (Mahmud Abdul Latif Uwaidhah, Al-Jami’ li Ahkam Ash-Shiyam, hal.210).

Adapun dalil hadits Abu Hurairah yang dikemukakan, adalah hadits dhaif yang tidak layak menjadi hujjah (dalil). Imam Syaukani berkata,”…telah kami jelaskan bahwa tidak terbukti dalam masalah itu satu pun [hadits shahih] dari Nabi SAW.” (Imam Syaukani, Nailul Authar, hal. 872). Yusuf al-Qaradhawi meriwayatkan tarjih serupa dari Shiddiq Hasan Khan dalam kitabnya Ar-Raudatun An-Nadiyah (I/232),”…tidak terbukti dalam masalah itu sesuatu pun [hadits sahih] dari Nabi SAW.” (Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqhush Shiyam, hal. 64).

Pendapat beberapa sahabat yang mendasari kewajiban fidyah itu, adalah dasar yang lemah. Sebab pendapat sahabat –yang dalam ushul fiqih disebut dengan mazhab ash-shahabi atau qaul ash-shahabi— bukanlah hujjah (dalil syar’i) yang layak menjadi sumber hukum Islam. Imam Syaukani berkata,”Pendapat yang benar bahwa qaul ash-shahabi bukanlah hujjah [dalil syar’i].” (Imam Syaukani, Irsyadul Fuhul, hal. 243). Imam Taqiyuddin an-Nabhani menegaskan,”…mazhab sahabat tidak termasuk dalil syar’i.” (Taqiyuddin An-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyah, III/411).

Mengenai periwayatan ath-Thahawi dari Yahya bin Aktsam bahwa dia berkata,”Aku mendapati pendapat ini dari enam sahabat yang tidak aku ketahui dalam masalah ini ada yang berbeda pendapat dengan mereka”, tidaklah dapat diterima. Mahmud Abdul Latif Uwaidhah dalam Al-Jami’ li Ahkam Ash-Shiyam hal.210 mengatakan,”Sesungguhnya riwayat-riwayat dari sahabat ini tidaklah terbukti, sebab riwayat-riwayat itu berasal dari jalur-jalur riwayat yang lemah [dhaif]. Maka ia wajib ditolak dan tidak boleh ditaqlidi atau diikuti.”

Masalah Waktu Qadha

Adapun waktu qadha`, yang rajih adalah pendapat jumhur, bukan pendapat Imam Abu Hanifah, rahimahullah. Jadi mengqadha` puasa Ramadhan itu waktunya terbatas, bukan lapang (muwassa`) sebagaimana pendapat Imam Abu Hanifah. Maka qadha wajib dilakukan sebelum masuknya Ramadhan berikutnya. Jika seseorang menunda qadha tanpa udzur hingga masuk Ramadhan berikutnya, dia berdosa.

Dalilnya adalah hadits A`isyah RA di atas bahwa dia berkata,”Aku tidaklah mengqadha` sesuatu pun dari apa yang wajib atasku dari bulan Ramadhan, kecuali di bulan Sya’ban hingga wafatnya Rasulullah SAW.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, dan Ahmad, hadits sahih). (Terdapat hadits-hadits yang semakna dalam lafazh-lafazh lain sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. Lihat Imam Syaukani, Nailul Authar, hal. 871-872, hadits no. 1699).

Memang hadits di atas adalah hadits mauquf yaitu merupakan perbuatan, perkataan, dan diamnya sahabat, yang dalam hal ini adalah perkataan dan/atau perbuatan ‘Aisyah RA. Jadi ia memang bukan hadits marfu’, yaitu hadits yang isinya adalah perbuatan, perkataan, dan diamnya Rasulullah SAW.

Namun adakalanya sebuah hadits itu mauquf, tapi dihukumi sebagai hadits marfu’. Para ulama menyebut hadits semacam ini dengan sebutan al-marfu’ hukman, yakni hadits yang walaupun secara redaksional (lafzhan) adalah hadits mauquf tetapi secara hukum termasuk hadits marfu’ (Mahmud Thahhan, Taysir Musthalah al-Hadits, hal. 131).

Hadits al-marfu’ hukman mempunyai ciri antara lain bahwa objek hadits bukanlah lapangan pendapat atau ijtihad. Dengan kata lain, bahwa seorang sahabat tidaklah berkata, berbuat, atau berdiam terhadap sesuatu kecuali dia telah memastikan bahwa itu berasal dari Nabi SAW (Shubhi Shalih, ‘Ulumul Hadits wa Musthalahuhu, hal. 207-208).

Mengenai hadits ‘A`isyah RA di atas terdapat indikasi bahwa ia adalah al-marfu’ hukman. Mahmud Abdul Latif Uwaidhah menjelaskan dalam Al-Jami’ li Ahkam Ash-Shiyam hal. 123-124 dengan mengatakan :

“Adalah jauh sekali, terjadi perbuatan itu dari ‘A`isyah —yang tinggal dalam rumah kenabian— tanpa adanya pengetahuan dan persetujuan (iqrar) dari Rasulullah SAW. Nash ini layak menjadi dalil bahwa batas waktu terakhir untuk mengqadha` puasa adalah bulan Sya’ban. Artinya, qadha` hendaknya dilaksanakan sebelum datangnya Ramadhan yang baru. Jika tidak demikian, maka seseorang telah melampaui batas. Kalau qadha` itu boleh ditunda hingga datangnya Ramadhan yang baru, niscaya perkataan ‘A`isyah itu tidak ada faidahnya. Lagi pula pendapat mengenai wajibnya mengqadha` sebelum datangnya Ramadhan yang baru telah disepakati oleh para fuqaha, kecuali apa yang diriwayatkan dari Imam Abu Hanifah, rahimahullah.”

Kesimpulan

Dari seluruh uraian di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang menunda qadha` hingga masuk Ramadhan, hanya berkewajiban qadha`, tidak wajib membayar fidyah. Adapun dalam hal waktu mengqadha`, qadha` wajib dilaksanakan selambat-lambatnya pada bulan Sya’ban dan berdosa jika seseorang menunda qadha` hingga masuk Ramadhan berikutnya.

Wallahu a’lam.

Yogyakarta, 220907

Oleh : Ustadz. Muhammad Shiddiq Al-Jawi


Ayat Kursi

HEBATNYA SEBUAH AYAT KURSI

Assalamu’alaykum warohmatullaahi wa barokaatu

Hm..kita share ilmu lagi yuk?
…Nggak usah tegang atau malas kalau bicara hal2x yg berkaitan dengan Dien_Nya.Yang penting..kita paham dgn apa yang disampaikan..lalu diterapkan dalam kehidupan sehari2x biar ada manfaatnya.
Benar kan?

Kan ada hadist Nabi yang berbunyi:
Daripada Abu Hurairah r.a berkata:
Nabi s.a.w bersabda: “ Sebaik-baik sedekah itu bahwa muslim itu belajar akan suatu ilmu kemudian dia mengajarkannya akan saudaranya yg muslim
(HR.IBNU MAJAH)

Kali ini kita bahas tentang kehebatan AYAT KURSI..
Udah pada tahu kan?Suka bacanya nggak?
kalau ada yg belum tahu..nich saya tuliskan ya..

ALLOHU LAA ILAAHA ILLA HUWAL HAYYUL QOYYUM. LAA TA’KHUDZUHUU SINATUW WA LAA NAUUM. LAHUU MAA FISSAMAAWAATI WA MAA FIL ARDH. MAN DZAL LADZII YASFA’U ‘INDAHUU ILLAA BI IDZNIH. YA’LAMU MAA BAINA AIDIIHIM WA MAA KHOLFAHUM. WA LAA YUHITHUUNA BI SYAI-IN MIN (dengung) ‘ILMIHII ILLAA BI MAASYAA-A. WASI’A KURSIYYUHUSSAMAAWAATI WAL ARDH. WA LAA YA-UDHUU HIFZHUHUMAA WAHUWAL ‘ALIYYUL AZHIIIM.

Artinya:

“Ya Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang Hidup Kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk)Nya, tidak mengantuk dan tidak pula tidur. MilikNya segala apa yang ada di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa seizinNya. Allah Mengetahui apa-apa yang ada di hadapan dan di belakang mereka. Sedangkan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendakiNya. Kursi Allah luasnya meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya dan adalah Allah Maha Tinggi lagi Maha Agung”.

Nach tukh bacaannya ama artinya.
Ayat Kursi ini sangat masyur bgt bagi kaum muslimin yang tahu banget akan kehebatannya.Ayat Kursi ini terdapat dalam surah Al-Baqarah ayat 255.
(hayoo..buka lagi al qur’anmu dan cari ayat tsb)

Tahu nggak penamaan AYAT KURSI ini bukan bikinan para ulama lho..tapi langsung dr Rosulullah SAW.
Dalilnya? Nich Dalilnya….

Dalam salah satu riwayat,Baginda Rosulullah ditanya oleh salah seorang sahabatnya tentang “ AYAT APA YANG PALING AGUNG DARI KITABULLAH?”
Baginda Rosul menjawab “Ayat Kursi!”
(HR.Imam Ahmad dan Nasa’i)

Sejarah turunnya ayat Kursi gimana sich?
Ayat ini diturunkan setelah hijrah. Semasa penurunannya ia telah diiringi oleh beribu-ribu malaikat karena kebesaran dan kemuliaannya. Syaitan dan iblis juga menjadi gempar kerana adanya satu perintang dalam perjuangan mereka. Rasullah s.a.w. dengan segera memerintahkan Zaid bin Tsabit menulis serta menyebarkannya.

Emang kehebatan Ayat Kursi ini apa aza sich?
Banyak manfaatnya nggak buat kita selaku kaum muslimin?
Apa Cuma sebagai pengusir syetan aza??

Yup..banyak banget manfaatnya.. hehe..bukan Cuma sbg pengusir syetan doing..tapi lebih jauh hikmat yg tercantum dlm Ayat Kursi itu.
Mau tahu nggak?
Nich saya kasih info ya…

1. Dari Anas bin Malik r.a. berkata,
“Rasulullah s.a.w. bersabda :

“Apabila seseorang dari umatku membaca ayat Kursi 12 kali, kemudian dia berwuduk dan mengerjakan sholat subuh, niscaya Allah akan menjaganya dari kejahatan syaitan dan derajatnya sama dengan orang yang membaca seluruh al-Quran sebanyak tiga kali, dan pada hari kiamat ia akan diberi mahkota dari cahaya yang menyinari semua penghuni dunia.”

Berkata Anas bin Malik, “Ya Rasulullah, apakah hendak dibaca setiap hari?”

Sabda Rasulullah s.a.w.,
” Tidak, cukuplah membacanya pada setiap hari Jumaat.”

2. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dijelaskan kedudukan ayat kursi yang senilai dengan seperempat Al-Qur’an. Anas bin Malik menceritakan bahwa Rasulullah saw pernah bertanya kepada salah seorang sahabatnya,
“Wahai fulan, sudahkanh kamu menikah?”.

Sahabat itu menjawab, “Saya tidak memiliki apapun untuk menikah”.
Rasulullah bertanya kembali, “Bukankah bersama engkau (hafal) Al-Ikhlash?”.
Ia menjawab, “Benar wahai Rasulullah”.

Rasulullah menjelaskan, “Ia sebanding dengan seperempat Al-Qur’an”. Rasulullah terus bertanya pertanyaan yang sama sampai terakhir Rasulullah bertanya, “Bukankah bersama engkau (hafal) ayat kursi?”.

Ia menjawab, “Benar ya Rasulullah”.
Maka Rasulullah bersabda, “Ia senilai dengan seperempat Al-Qur’an”.

3. Dalam kisah Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dengan setan yang mencuri harta zakat, disebutkan bahwa setan tersebut berkata,

“Biarkan aku mengajarimu beberapa kalimat yang Allah memberimu manfaat dengannya. Jika engkau berangkat tidur, bacalah ayat kursi. Dengan demikian, akan selalu ada penjaga dari Allah untukmu, dan setan tidak akan mendekatimu sampai pagi.”

Ketika Abu Hurairah menceritakannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam, beliau berkata,
“Sungguh ia telah jujur, padahal ia banyak berdusta.”
(HR. al-Bukhari no. 2187)

4. Dalam kisah lain yang mirip dengan kisah di atas dan diriwayatkan Ubay bin Ka’b radhiallahu ‘anhu, disebutkan bahwa si jin mengatakan:
“Barangsiapa membacanya ketika sore, ia akan dilindungi dari kami sampai pagi. Barangsiapa membacanya ketika pagi, ia akan dilindungi sampai sore.” (HR. ath-Thabrani no. 541, dan al-Albani )

5. Dalam hadits yang lain, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa membaca ayat kursi setelah setiap shalat wajib, tidak ada yang menghalanginya dari masuk surga selain kematian.”
(HR. ath-Thabrani no. 7532, dihukumi shahih oleh al-Albani)

6. Barang siapa yang membaca ayat al-Kursi ketika dalam kesempitan niscaya Allah berkenan memberi pertolongan kepadanya
(Dari Abdullah bin ‘Amr r.a.)

7. Syeikh Abu Abbas ada menerangkan, siapa yang membacanya sebanyak 50 kali lalu ditiupkannya pada air hujan kemudian diminumnya, Insya-Allah, Allah akan mencerdaskan akal fikirannya serta memudahkannya menerima ilmu pengetahuan.

8.Mengikut keterangan dari kitab “Asraarul Mufidah” sesiapa mengamalkan membacanya setiap hari sebanyak 18 kali maka akan dibukakan dadanya dengan berbagai hikmah, dimurahkan rezekinya, dinaikkan darjatnya dan diberikannya pengaruh sehingga semua orang akan menghormatinya serta terpelihara ia dari segala bencana dengan izin Allah.

9. Barang siapa membaca ayat Al-Kursi bila berbaring di tempat tidurnya,
Allah SWT mewakilkan dua orang Malaikat memeliharanya hingga subuh.

10. Barang siapa membaca ayat Al-Kursi di akhir setiap sembahyang Fardhu,
dia akan berada dalam lindungan Allah SWT hingga sembahyang yang lain.

11.Barang siapa membaca ayat Al-Kursi di akhir tiap sembahyang, dia akan
masuk syurga dan barang siapa membacanya ketika hendak tidur, Allah SWT akan memelihara rumahnya dan rumah-rumah disekitarnya.

12. Barang siapa membaca ayat Al-Kursi di akhir tiap-tiap shalat fardhu,
Allah SWT menganugerahkan dia setiap hati orang yang bersyukur, setiap
perbuatan orang yang benar, pahala nabi2, serta Allah melimpahkan rahmat padanya.

13. Barang siapa membaca ayat Al-Kursi sebelum keluar rumahnya, maka Allah SWT mengutuskan 70,000 Malaikat kepadanya – mereka semua memohon keampunan dan mendoakan baginya.

14.Barang siapa membaca ayat Al-Kursi di akhir sembahyang, Allah SWT
akan mengendalikan pengambilan rohnya dan dia adalah seperti orang yang
berperang bersama Nabi Allah sehingga mati syahid.

Wuih..masih banyak lagi manfaat/kehebatan dari Ayat Kursi itu buat kita selaku hamba_Nya.
Hayoo..kenapa sich begitu agungnya AYAT KURSI itu?Emang isi Ayat itu gimana sich?
Hm…Gini lho..

Keagungan ayat kursi semakin jelas karena ayat ini secara terperinci mengandungi penjelasan akan sifat-sifat dzat Allah swt; dari sifat Wahdaniyah yang dinyatakan oleh Allahu La Ilaha Illah Huwa”,
Sifat Maha Hidup yang berkekalan (Al-Hayyu), sifat Maha Kuasa dan berdiri sendiri (Al-Qayyum), bahkan sifat Qayyum Allah diperkuat dengan penafian akan segala yang mengarah kepada kelemahan, seperti “Tidak mengantuk dan tidak tidur”.

Begitu juga dengan sifat memiliki yang berkuasa untuk melakukan apa saja terhadap makhluk yang dimilikiNya.
Sifat iradah (berkehendak) yang ditunjukkan oleh kalimat “mandzalladzi yasyfa’u…”, dan iradah Allah di sini adalah pada urusan yang paling besar, yaitu syafa’at yang tidak dimiliki oleh siapapun kecuali atas izin Allah swt. Juga sifat “Ilm yang dinyatakan oleh “ya’lamu ma baina…..”.

Terakhir sifat-sifat dzatiyyah Allah ditutup dengan sifat yang menunjukkan ketinggian dan keagunganNya, “Wahuwal Aliyyul Adzim”.
(Ibnu Abbas menuturkan, “Yang sempurna dalam ketinggian dan keagunganNya”.)
Inilah sifat penutup bagi ayat kursi untuk menetapkan ke-Esa-an Allah pada kebesaran dan ketinggianNya.

Alif Lam Ma’rifah yang digunakan dalam kedua sifat terakhir ”Al-Aliyyu Al-Adzimu” sesungguhnya untuk membatasi sifat itu hanya milik Allah Yang Maha Suci, tanpa ada yang bersekutu denganNya.
Bahkan tidak ada seorang hamba pun yang berusaha mencapai posisi kebesaran dan ketinggian seperti ini melainkan Allah akan mengembalikannya kepada kehinaan dan kerendahan di akhirat kelak .

Allah swt berfirman, ”Negeri akhirat itu Kami jadikan bagi orang-orang yang tidak menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi..”
(Al-Qashash: 83)
Demikianlah ayat kursi hendaknya dijadikan prinsip dan acuan dalam berinteraksi dengan Allah dan dengan seluruh makhlukNya. Hanya Allah Pemilik segala sifat kesempurnaan, sedangkan manusia tidak layak memakai pakaian kebesaran Allah.

Keyakinan yang mendalam akan seluruh sifat-sifat Allah akan mampu melahirkan perasaan khauf (takut) akan murka dan azab Allah jika kita melanggar aturanNya. Begitu juga akan mampu melahirkan sifat raja’ (penuh harap) kepada kasih sayang dan rahmat Allah swt.

Nach gitu lho…bahasan tentang kehebatan ayat KURSI itu…
Semoga kita bisa ambil manfaatnya ya..
Ya wis..lain kali disambung lagi dalam pembahasan yang lainnya..
Salam ukhuwah Islamiyah untuk semuanya..

*****************
Hongkong,July 2011
Andrealica Nhordeeniz


Tauhid Syarat Diterimanya Amal

Amal shalih apapun, baik itu shalat, shaum,zakat, haji, infaq, birrul walidain (bakti pada orang tua) dan sebagainya tidak mungkin diterima Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan tidak ada pahalanya bila tidak disertai tauhid yang bersih dari syirik. Berapa banyaknya amal kebaikan yang dilakukan seseorang tetap tidak mungkin ada artinya bila pelakunya tidak kufur kepada thaghut, sedangkan seseorang tidak dikatakan beriman kepada Allah apabila dia tidak kufur kepada thaghut. Anda telah mengetahui makna kufur kepada thaghut beserta thaghut-thaghut yang mesti kita kafir kepadanya. Kufur kepada thaghut serta iman kepada Allah adalah dua hal yang dengannya orang bisa dikatakan mukmin dan dengannya amalan bisa diterima, Allah ta’ala berfirman : “Siapa yang melakukan amal shalih baik laki-laki atau perempuan sedang dia itu mukmin, maka Kami akan berikan kepadanya penghidupan yang baik serta Kami akan memberikan kepadanya balasan dengan balasan yang lebih baik dari apa yang telah mereka amalkan” (An Nahl : 97)

Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala menetapkan pahala amal shalih hanya bagi orang mukmin, sedang orang yang suka membuat tumbal, sesajen, meminta kepada orang yang sudah mati atau mengusung demokrasi atau nasionalisme dan falsafah system syirik lainya dia bukanlah orang mukmin, tetapi dia musyrik, karena tidak kufur kepada thaghut, sehingga shalat, shaum, zakat dan ibadah lainnya yang dia lakukan tidaklah sah dan tidak ada pahalanya.

Juga Allah ta’ala berfirman : “Siapa yang melakukan amal shalih, baik laki-laki atau perempuan sedangkan dia mukmin, maka mereka masuk surga seraya mereka diberi rizqi didalamnya tanpa perhitungan” (Ghafir/Al Mukmin : 60)

Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala menetapkan pahala masuk surga bagi orang yang beramal shalih dengan syarat bahwa dia mukmin, sedangkan para pendukung Pancasila, Demokrasi, dan Undang Undang Dasar buatan tidaklah dikatakan mukmin, karena tidak kufur kepada thaghut, tapi justeru dia adalah hamba thaghut.

Juga dalam firmanNya ta’ala : “Dan siapa yang melakukan amalan-amalan shalih baik laki-laki atau perempuan, sedang dia itu mukmin, maka mereka masuk surga dan mereka tidak dizalimi barang sedikitpun” (An Nisa : 124)

Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala menetapkan pahala surga bagi orang yang beramal shalih, dengan syarat dia mukmin, sedangkan aparat thaghut, Demokrasi, Pancasila, Undang Undang Dasar buatan dan Pemerintah kafir mereka itu bukan mukmin, karena tidak kafir terhadap thaghut, bahkan mereka menjadi pelindung dan benteng thaghut.

Juga firmanNya ta’ala : “Dan siapa yang melakukan amal-amal shalih sedang dia itu mukmin, maka dia tidak takut dizalimi dan tidak pula takut akan dikurangi” (Thaha : 112) ini berbeda dengan orang musyrik dan kafir, dia tidak dapat apapun dari amal shalih yang dia kerjakan.

Juga firmanNya ta’ala : “Dan siapa yang melakukan amal shalih, sedang dia itu mukmin maka tidak ada pengingkaran terhadap amalannya dan sesungguhnya Kami tuliskan bagi dia apa yang dia lakukan” (Al Anbiya : 94)

Sedangkan para penguasa system syirik dan para pejabatnya serta para anggota parlemennya bukanlah orang mukmin tetapi mereka adalah Thaghut.

Semua ayat mengisyaratkan iman untuk diterimanya amal shalih, sedangkan para penyembah kuburan atau batu atau pohon keramat atau pengusung demokrasi atau hukum buatan manusia atau falsafah syirik (seperti Pancasila, dan Undang Undang Dasar buatan) atau aparat keamanan penguasa thaghut bukanlah orang yang kafir terhadap thaghut.

Jadi, kemanakah amalan-amalan yang mereka lakukan? Maka jawabannya ; hilang, sirna lagi sia-sia, sebagaimana firmanNya Subhanahu Wa Ta’ala: “Sungguh, bila kamu berbuat syirik, maka hapuslah amalanmu, dan sunguh kamu tergolong orang-orang yang rugi” (Az Zumar : 65)

Amalan-amalan yang banyak itu hilang sia-sia dengan satu kali saja berbuat syirik, maka apa gerangan apabila orang tersebut terus-menerus berjalan diatas kemusyrikan, padahal ayat ini ancaman kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak mungkin berbuat syirik. Dan begitu juga para nabi semuanya diancam dengan ancaman yang sama. Allah ta’ala berfirman : “Dan bila mereka berbuat syirik, maka lenyaplah dari mereka apa yang pernah mereka amalkan” (Al An’am : 88) Ya, lenyap bagaikan debu yang disapu angin topan, sebagaimana firmanNya ta’ala : “Amalan-amalan mereka (orang-orang musyrik/kafir) adalah bagaikan debu yang diterpa oleh angin kencang di hari yang penuh badai” (Ibrahim : 18) Dalam ayat ini Allah serupakan amalan orang-orang kafir dengan debu, dan kekafiran/kemusyrikan mereka diserupakan dengan angina topan. Apa jadinya bila debu diterpa angin topan… ? tentu lenyaplah debu itu.

Allah juga mengibaratkan amalan orang kafir itu dengan fatamorgana : “Dan orang-orang kafir amalan mereka itu bagaikan fatamorgana ditanah lapang, yang dikira air oleh orang yang dahaga, sehingga tatkala dia mendatanginya ternyata dia tidak mendapatkan apa-apa, justeru dia mendapatkan Allah disana kemudian Dia menyempurnakan penghisabanNya” (An Nur : 39)

Orang yang musyik disaat dia melakukan shalat, zakat, shaum, dan sebagainya, mengira bahwa pahalanya banyak disisi Allah, tapi ternyata saat dibangkitkan dia tidak mendapatkan apa-apa melainkan adzab!

Dalam ayat lain amalan-amalan mereka itu bagaikan debu yang bertaburan : “Dan Kami hadapkan apa yang telah mereka kerjakan berupa amalan, kemudian Kami jadikannya debu yang bertaburan” (al Furqan : 23)

Sungguh… sangatlah dia merugi sebagaimana dalam ayat lain : “Katakanlah, “Apakah kalian mau kami beritahukan kepada kalian tentang orang-orang yang paling rugi amalannya, yaitu orang-orang yang sia-sia amalannya dalam kehidupan di dunia ini, sedangkan mereka mengira bahwa mereka melakukan perbuatan baik?” (Al Kahfi : 102-104)

Ya, memang mereka rugi karena mereka lelah, capek, letih, berusaha keras, serta berjuang untuk amal kebaikan, tapi ternyata tidak mendapat apa-apa karena tidak bertauhid. Allah ta’ala berfirman : “Dia beramal lagi lelah, dia masuk neraka yang sangat panas” (Al Ghasyyiah : 3-4).

Ini (tauhid) adalah syarat paling mendasar yang jarang diperhatikan oleh banyak orang. Masih ada dua syarat lagi yang berkaitan dengan satuan amalan, yaitu ikhlas dan mutaba’ah. Dan berikut ini adalah penjelasan ringkasnya :

Pertama: Ikhlas. Orang yan melakukan amal shaleh akan tetapi tidak ikhlas ,justeru dia ingin dilihat orang atau ingin didengar orang, maka amalan-amalan itu tidak diterima Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagaimana firmanNya : “Siapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah dia beramal shalih dan tidak menyekutukan sesuatupun dalam ibadah kepada Tuhannya” (Al Kahfi : 110)

Ayat ini berkenaan dengan ikhlas, orang yang saat melakukan amal shalih dan dia bertujuan yang lain bersama Allah maka ia itu tidak ikhlas.

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits qudsiy : “Bahwa Allah berfirman : ‘Aku adalah yang paling tidak butuh akan sekutu, siapa yang melakukan amalan dimana dia menyekutukan yang lain bersamaKu dalam amalan itu, maka Aku tinggalkan dia dengan penyekutuannya” (HR. Muslim)

Kedua: Mutaba’ah (sesuai dengan tuntunan Rasul). Amal ibadah meskipun dilakukan dengan ikhlas akan tetapi tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, maka pasti ditolak. Beliau Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Siapa yang melakukan amalan yang tidak ada dasarnya dari kami , maka itu tertolak” (HR. Muslim) Beliau Shalallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda : “Jauhilah hal-hal yang diada-adakan karena setiap yang diada-adakan adalah bid’ah, dan setiap bid’ah itu sesat” (HR. At Tirmidzi)

Sedikit amal tapi diatas Sunnah adalah lebih baik daripada banyak amal dalam bid’ah. Ibnu Mas’ud radliyallahu ‘anhu berkata : “Ikutilah (tuntunan Rasulullah) dan jangan mengada-ada yang baru” Jadi, dalam urusan ibadah, antum harus bertanya pada diri sendiri : “Apa landasan atau dalil yang kamu jadikan dasar? Karena siapa kamu beramal ?” Apabila tidak mengetahui dasarnya maka tinggalkanlah amalan itu karena hal itu lebih selamat bagi kita.

wallahu a’lam bis showab..

http://www.facebook.com/#!/notes/majelis-tausiah-para-kyai-ustadz-indonesia/tauhid-syarat-diterimanya-amal/10150257230768293

Bulan Sya’ban

Berpuasa sunnah di bulan Sya’ban

Usamâh bin Zaid berkata:

Aku berkata, “ Yaa Rasûlallâh, aku tak pernah melihat engkau berpuasa pada suatu bulan dari bulan-bulan lain seperti engkau berpuasa di bulan Sya’ban.”

Rasûlullâh bersabda,”itulah bulan yang manusia banyak lalai darinya, antara Rajab dan Ramadhan dan itulah bulan yang amal-amal diangkat di dalamnya kepada Tuhan Semesta Alam dan aku suka diangkat amalku sementara aku berpuasa.” (HR. an-Nasâi).

Nishfu Sya’ban

Rasûlullâh bersabda,”Allâh memandang makhluk-Nya pada malam pertengahan bulan Sya’ban dan Dia mengampuni seluruh makhluk-Nya kecuali orang yang musyrik atau orang yang bermusuhan.” (HR. Ibnu Hibban) -> Syu’aib al-Arnauth berkata: shohih dengan hadits lain yang menunjang.

Rasûlullâh bersabda,”Allâh ‘azza wa jalla memandang makhluk-Nya pada malam pertengahan bulan Sya’ban, dan Dia mengampuni hamba-hambanya kecuali dua orang yang bermusuhan danmembunuh jiwa.” (HR.Ahmad).

Rasûlullâh bersabda,” Allâh memandang hamba-hamba-Nya pada malam pertengahan bulan Sya’ban dan Dia mengampuni orang-orang mukmin dan mengabaikan orang-orang kafir. Dan Dia meninggalkanorang-orang yang memiliki dendam dengan dendam mereka hingga mereka meninggalkannya. (HR. al-Bayhaqî).

Awas Hadîts Palsu!!!

Apabila telah datang malam pertengahan bulan Sya’ban maka dirikanlah shalat pada malamnya dan berpuasalah pada siangnya. Karena Sesungguhnya Allâh turun ke langit dunia ketika matahari tenggelam dan Allâh berfirman,” dimana orang yang meminta ampun maka aku akan mengampuninya, dimana orang yang meminta rezeki aku akan memberi rezeki padanya, dimana orang yang diberi cobaan aku akan melindunginya, dimana yang begini dimana yang begitu hingga terbit fajar.” (HR. Ibnu Mâjah) -> Syaikh al-Albâniy mengatakan hadîts ini palsu di dalam kitab silsilah al-ahâdîts adl-dlo’îfah.

‘Alî bin Abî Thâlib ra. berkata,”aku melihat Rasûlullâh saw. pada malam pertengahan bulan Sya’ban berdiri kemudian shalat 40 rakaat kemudian duduk setelah selesai, kemudian membaca ummul qurân (al-Fatihah) 40 kali dan qul huwallâhu ahad 40 kali, qul a’ûdzu birobbil falaq 40 kali, qul a’ûdzu birobbinnâs 40 kali dan ayat kursi satu kali dan laqad jâ.akum rasûlu..al-ayah, maka tatkala beliau selesai dari doanya, aku bertanya tentang apa yang aku lihat dari perbuatan beliau, beliau berkata: barangsiapa yang berbuat seperti yang engkau lihat baginya seperti 20 haji mabrur dan seperti puasa 20 tahun maqbul, jika bangun pagi pada hari tersebut dalam keadaan berpuasa maka seperti puasa 2 tahun, 1 tahun di masa lampau dan 1 tahun di masa yang akan datang. (Ibnu al-Jauzî) -> Hadîts ini palsu.

Wallaahua’lam.

Oleh: Hendra Dwi Santoso

[RS]

Membangun Keluarga Ideologis

MEMBANGUN KELUARGA IDEOLOGIS = PILAR PENEGAK SYARIAH DAN KHILAFAH

KELUARGA IDEOLOGIS

  • Ideologi Islam sebagai qaidah dan qiyadah berpikir dalam kehidupan termasuk dalam keluarga Tujuan: Keluarga sebagai wadah untuk  melahirkan pejuang-pejuang Islam terdepan untuk menegakkan Syari’ah Khilafah

Petunjuk Rasulullah saw yang bersabda:

  • «…فَاظْفَرْ بِذاَتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ»

                Maka pilihlah yang memiliki kebaikan agama, maka tanganmu akan selamat (HR Bukhari)

                Sesungguhnya isteri yang salehah merupakan penolong bagi suaminya di dalam mengemban dakwah, mendorongnya kepada kebaikan dan kepada apa saja yang diridhai oleh Allah SWT dan Rasulullah saw.

Rasulullah saw yang bersabda:

  • «إِذَا أَتَاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ خُلُقَهُ وَدِينَهُ فَزَوِّجُوهُ إِلا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ»

                Jika datang kepadamu orang yang engkau ridhai akhlak dan agamanya maka kawinkan ia, jika kamu tidak melakukannya, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan yang besar di muka bumi (HR Ibn Majah)

para suami dan para isteri agar senantiasa mengingat dua hadis Rasulullah saw yang termaktub di dalam Sunan at-Tirmidzi:

Hadis pertama:

  • «لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا»

Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk bersujud kepada seseorang lainnya sungguh aku perintahkan wanita untuk bersujud kepada suaminya

à Untuk menunjukkan besarnya hak suami terhadap isterinya.

Hadis kedua:

  • «أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا»

                Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya dan yang paling baik dari kamu adalah yang paling baik akhlaknya kepada isteri mereka

àUntuk menunjukkan keagungan ri’ayah yang baik yang dituntut dari suami kepada isterinya.

PERNIKAHAN …

SALAH SATU HUBUNGAN YANG MUNCUL SEBAGAI AKIBAT DARI TERJADINYA  INTERAKSI  LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN . PANGKAL /POKOK DARI HUBUNGAN-HUBUNGAN YANG LAHIR SEBAGAI IMPLIKASI DARI INTERAKSI YANG BERSIFAT SEKSUAL. PENGATURAN HUBUNGAN JINSIYAH LAKI-LAKI DENGAN PEREMPUAN SECARA KHAS. MERUPAKAN JALAN YANG SAH BAGI MANUSIA UNTUK  MEMPEROLEH KETURUNAN DAN MEMPERBANYAK JENIS MANUSIA.

Pernikahan adalah akad atau ikatan antara seorang laki-laki dan perempuan untuk membangun rumah tangga sebagai suami istri sesuai dengan ketentuan syariat Islam yang :

      Pemenuhan Kebutuhan Fitrah insani

      Ibadah

      Diberi kurnia

      Berhak ditolong  Allah SWT

Hak-hak wanita menuju ke  pernikahan

  • Hak seorang wanita untuk menerima atau menolak calon suaminya, bukan hak salah seorang walinya ataupun orang-orang yang akan mengawinkannya.
  • Pernikahan harus ada keridhaan/izin calon mempelai wanita
  • Seorang wanita tidak boleh dihalang-halangi untuk menikah jika ia telah memiliki calon suami. Tindakan menghalang-halanginya adalah haram dan pelakunya dipandang fasik.
  • Seorang wanita yang tidak dimintai izinnya ketika hendak  dinikahkan, maka pernikahannya dianggap tidak sempurna.  Jika ia menolak pernikahannya atau menikah secara terpaksa, berarti akad pernikahannya rusak, kecuali jika ia berubah pikiran atau ridha.

   Pernikahan yang disyariatkan Islam

  • Islam telah mengatur pernikahan dengan aturan yang sangat rinci dan sempurna, melalui proses  yang menjaga kesucian masing-masing pihak dimulai dengan :

ü     Khitbah (lamaran-ta’aruf)

ü     Akad nikah

ü    Walimatul-Ursy

KHITBAH

  • Melamar perempuan untuk di jadikan sebagai istri
  • Tahapan untuk saling mengenal menuju pernikahan
  • Aturan yang perlu di perhatikan:
  1. Kebolehan melihat perempuan yang di lamar untuk  menimbulkan kecendrungan segera menikah(bukan untuk menyuburkan aspek jinsiyah)
  2. Batas  waktu masa khitbah tidak ditetapkan (bila kecendrungan menikah sudah kuat maka segera menikah)
  3. Tidak boleh berkhalwat,tabarruj  dan mengumbar aspek jinsiyah

AKAD NIKAH

  1. 1.      SYARAT IN-IQOD
  • Syarat-syarat yang menjadikan terjadinya serah terima antar 2 pihak (wali pihak perempuan dengan seorang laki-laki) sebagai PERNIKAHAN . Dan jika tidak terpenuhi maka dianggap BATIL (BATAL = TIDAK TERJADI AKAD NIKAH)
  1. Ijab qabul dilangsungkan dalam satu majelis
  2. Kedua belah pihak mendengarkan perkataan satu sama lain sekaligus memahaminya
  3. Ucapan qabul tidak bertolak belakang dengan ucapan ijab, baik secara keseluruhan atau sebagian
  4. Syariat telah membolehkan perkawinan di antara kedua pihak yang berakad dengan mempelai wanita seorang muslimah atau ahlul kitab, sedangkan mempelai pria  adalah  seorang muslim, bukan non-muslim

    2. SYARAT SAH NIKAH :

  • Syarat-syarat yang menjadikan sahnya pernikahan, jika tidak terpenuhi, maka FASAD (rusak =tidak sah) pernikahan tsb.
  1. Mempelai wanita adalah wanita yang halal dinikahi.
  2. Adanya wali
  3. Kehadiran  dua orang saksi muslim

       PANDANGAN ISLAM TENTANG WALIMATUL ‘URSY

  • Makna bahasa : berkumpul

   Makna istilah : perayaan suatu kegembiraaan yang disertai dengan jamuan makan.

  • Hukumnya : Sunnah, sebagai tanda gembira

   “Selenggarakanlah walimah, meski hanya dengan seekor kambing” (HR Bukhari, Muslim dan Ahmad)

   “Nabi  SAW  mengadakan walimah atas (pernikahannya dengan) sebagian istrinya dengan dua cupak gandum” (HR Bukhari)

   “Sesungguhnya Nabi SAW mengadakan walimah (pernikahannya) dengan tamar, keju dan samin” (HR Ahmad dan Bukhari)

  •    Pengumuman

   “Beriahukanlah pernikahan dan jadikanlah pernikahan di masjid dan tabuhlah rebana dalam pernikahan itu” (HR Ahmad dan Tirmidzi)

   Hak istri dari suaminya

PELAKSANAAN  WALIMAH Tetap memperhatikan Hukum Syara’

  • Dijauhkan dari hal-hal yang bersifat ‘klenik’.

    karena aktivitas-aktivitas tsb tergolong  mentaqdiskan

    selain Allah SWT            musyrik.  Dan aktivitas-aktivitas

    tsb tidak dicontohkan oleh Rasul.

    Dalam Islam ada pembahasan hadharah dan  madaniah :

    a. Hadharah :  sekumpulan persepsi tentang kehidupan

                           menurut sudut pandang tertentu

        b. Madaniah :   segala bentuk yang terindra

        ~ Yang berhubungan dengan hadharah

        ~ Hasil dari ilmu pengetahuan dan industri

  Terpisah antara laki-laki dan perempuan.  Hal ini sebenarnya merupakan tabiat kehidupan manusia,    karenanya Islam melarang terjadinya campur baur (ikhthilat) antara laki-laki dan perempuan, kecuali pada tempat-tempat yang tidak memungkinkan untuk dipisah dan di dalamnya terhadap hajat syar’iy, seperti di pasar misalnya. (Ikhthilat : pertemuan dan interaksi).

   “Sesungguhnya Nabi SAW pernah mukim di antara Khaibar dan Madinah selama tiga malam dimana ia mengadakan pesta menjelang berumah tangga dengan Shafiyah , kemudian aku mengundang kaum muslimin untuk menghadiri walimah …..Lalu kaum muslimin bertanya …..  Kemudian tatkala Nabi SAW mendengarnya, ia melangkah ke belakang dan menarik tabir.  (HR Bukhari, Muslim dan Ahmad)

  • Pakaian  : Tidak berbeda dengan sehari-hari

                      (dalam arti sesuai dengan syariat Islam)

    ~ Menutup aurat

       QS An-Nuur 31  :  Walaa yubdiina ziinatahunna illa maa         

                                           dhaharo minha wa liyadribna

                                           bi khumurihinna ‘ala juyubihinna

          ~ Memakai jilbab

       QS Al-Ahzab  59  :   Yaa ayyuhannabii, qul liazwajikawa banaatika 

                                        wa nisaail mukminin yudniina ‘alaihinna min

                                        jalabiibihinna

       –  Larangan untuk tabarruj (menampakkan kecantikan dan

     perhiasan di hadapan laki-laki asing)

         ~ Menampakkan kecantikan :

        menonjolkan kecantikan sehingga sehingga dapat

        mengalihkan perhatian/pandangan dari pandangan

        biasa menjadi pandangan syahwat

     ~ Menampakkan perhiasan :

        Memperlihatkan tempat-tempat perhiasan

        QS An-Nuur : 31

Tujuan  Berkeluarga

  • Mewujudkan mawaddah wa rahmah, yakni terjalinnya cinta kasih dan tergapainya ketentraman hati (Lihat surat Ar Rûm[30]:21)
  • Melanjutkan keturunan dan menghindari dosa (Lihat hadits riwayat Ahmad dan Ibnu Hibban)
  • Mempererat silaturahim
  • Sebagai sarana dakwah (Lihat surat At ahrîm[66]:6)
  • Menggapai mardhatillâh (ridha Allah) dan masuk sorga bersama (az-Zukhruf:70)

Kehidupan Suami Isteri

Tempat yang penuh kedamaian

  • “Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya”(TQS:al-A’raaf(7):189)
  • “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-ister dari jenismu sendiri,supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikan-Nya diantara mu kasih dan sayang”(TQS:ar-Ruum(30):21)

as-Sakn = al-ithmi’naan (ketentraman atau kedamaian)

  • “Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf”(TQS:al_baqarah(2):228)
  • “Dan bergaullah dengan mereka secara patut (TQS:an-Nisaa’(4):19)
  • “Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf”(TQS:al-Baqarah(2):229)

Makna Al-’usyrah (pergaulan):

  •  al-mukhaalathah wa al-mumaazajah (berinteraksi dan bercampur dengan penuh keakraban dan kedekatan)
  •  ‘Aasyarahu mu’aaysarah (bergaul dengannya secara akrab)
  •  Ta’aasyara al-qawm wa I’tasyaruu (suatu kaum saling bergaul diantara mereka secara akrab

Hubungan suami-isteri =Hubungan/ Ikatan Persahabatan BUKAN Ikatan kontrak atau partner kerja

  • Terwujud Sakinah, Mawaddah, warahmah (QS. Ar-Rum : 21)

KELUARGA  SAKINAH

  1. Suami-isteri memahami dan melaksanakan secara maksimal seluruh kewajibannya serta memenuhi seluruh hak-hak pasangannya
  2. Pergaulan antara keduanya hendaknya lebih dari sekedar kewajiban (pergaulan yang ma’ruf selalu dijaga : lemah-lembut dlm perkataan, tidak membuat cemberut, tidak menampakkan kecenderungan pada yang lain, bersenda gurau dll)
  3. Penanggung jawab dan Kepemimpinan Rumah tangga tetap ada pada Suami (memutuskan, mengarahkan biduk RT, mendidik anggota keluarga) dengan diwarnai persahabatan bukan diliputi sikat otoriter dan dominasi.
  4. Kepemimpinan Suami bukan dalam hak kekuasaan dan hak memerintah dalam rumah tangga, sehingga dg demikian isterinya berhak untuk menjawab ucapan suami, berdiskusi serta membahas apa saja yang dikatakannya (QS Al-mujadalah : 1).

KEWAJIBAN DAN HAK SUAMI ISTRI

Kewajiban suami                Hak Isteri :

  1. Memberi nafkah (makanan, pakaian dan tempat tinggal) dengan cara yang ma’ruf dan sesuai kemampuan (QS. Al-Baqarah : 23; QS. Ath-Thalaq : 7)).
  2. Mempergauli isteri dengan cara  yang ma’ruf (QS. An-Nisa:19) termasuk dalam jima’.
  3. Penanggung jawab dan pemimpin RT (QS. An-Nisa : 34)
  4. Tidak menampakkan kecenderungan kepada wanita yang lain (QS. an-Nisa :129)
  5. Berhias untuk isteri

       Kewajiban Isteri               Hak suami :

1. Melaksanakan fungsi Ummun wa rabbatul-bait secara maksimal (haml; wiladah; radha’ah, hadlanah dan pengaturan-pelayanan RT)

2.Taat kepada suaminya secara mutlak dalam hal-hal yang tidak maksiat kepada Allah SWT (QS. An-Nisa : 3)

3. Memelihara diri dan harta suami saat suami tidak di rumah (QS. An-Nisa : 3)

4. Meminta izin suami saat keluar rumah

5. Bergaul dengan cara yang ma’ruf

6. Berhias untuk suami

Suami Bersama Istri

  • Menjaga iman & taqwa
  • Menjaga senantiasa taat pada Allah SWT (giat ibadah, bermuamalah scr islamiy, giat dakwah, makanan-minuman halal, menutup aurat, mendidik anak, berakhlak mulia seperti syukur, sabar, tawakal,memenuhi janji,taubat, baik sangka dsb)
  • Menghindari maksiyat
  • Saling mengingatkan

 

Wallahu’alam bishawab

Oleh: Rindyanti Septiana SH.i